Skip to main content

Tanggung Jawab Pelaku Usaha atas Kerugian Konsumen Akibat Mengkomsumsi Barang yang Diperdagangkan

      Perlindungan terhadap Konsumen di Negara Indonesia secara hukum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UU Perlindungan Konsumen), Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 20 April 1999 pada saat masa Pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie atau lebih kita kenal dengan singkatan B.J. Habibie. Tujuan dari terciptanya Undang-Undang ini selain dari pada memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi konsumen, juga bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha betapa pentingnya perlindungan bagi konsumen dalam hal barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan nya tersebut.

      Dalam kehidupan kita sehari-sehari, tentu kita tidak luput dari pada kegiatan mengkomsumsi barang baik itu membeli pakaian kemudian menggunakannya maupun membeli makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sebagai manusia. Komsumsi itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemakaian barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya) yang langsung memenuhi keperluan hidup kita. Dan taukah anda, ternyata ketika  konsumen mengkomsumsi barang yang dibeli melalui pelaku usaha dan menyebabkan kerugian baginya akibat dari pada mengkomsumsi barang tersebut, di dalam UU Perlindungan Konsumen terdapat tanggung jawab pelaku usaha yang tertuang dan dinyatakan dalam peraturan hukum tersebut. 
     
      Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang yang diperdagangkan tersebut itu tertuang di dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang berisi :
"(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen."

Baca juga : Beli Barang Online Tidak Sesuai yang Ditawarkan, Pemilik Online Shop Dapat Dipenjara Maksimal 12 Tahun !

      Dari ketentuan hukum Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen diatas, kerugian yang dialami konsumen tentu harus mempunyai hubungan hukum yang erat dengan barang yang dikomsumsinya tersebut. Sebagai contoh ketika konsumen membeli sebuah produk makanan atau minuman yang diperdagangkan pelaku usaha, ternyata sesudah mengkomsumsi makanan atau minuman tersebut konsumen mengalami masalah kesehatan sehingga harus dirawat di Rumah Sakit. Jika memang dalam fakta hukum kejadian tersebut bisa dibuktikan dimana akibat dari pada mengkomsumsi barang yang diperdagangkan tersebutlah konsumen sampai dirawat di Rumah Sakit, Maka Pasal 19 diatas dapat diterapkan terhadap pelaku usaha sebagai bentuk Tanggung Jawab Pelaku usaha terhadap barang yang diperdagangkannya.

      Selanjutnya bagaimana jika Pelaku Usaha tersebut menolak dan/atau tidak memberi tanggapan akan kerugian konsumen akibat dari pada mengkomsumsi barang yang diperdagangkannya tersebut ? Dalam Pasal 23 UU Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan ialah  :
"Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidakmemberi tanggapan dan/atau tidakmemenuhi ganti rugi atas tuntuan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen."
Selain itu tidak menutup kemungkinan juga dilakukannya upaya hukum melalui jalur pidana jika memang ada unsur kesalahan atas kerugian konsumen akibat dari pada mengkomsumsi barang yang diperdagangkan pelaku usaha tersebut (Pasal 22 UU Perlindungan Konsumen).

     Oleh karena itu dalam hal tersebut diatas menurut penulis agar tidak terjadi hal yang merugikan di kemudian hari bagi para pihak khususnya pelaku usaha, penting sekali bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas barang guna menjamin kelangsungan usaha produksi barang, kesehatan, kenyamanan , keamanan dan keselamatan konsumen. Karena biar bagaimanapun juga "Konsumen adalah Raja", tumbuh berkembangnya suatu usaha tergantung dari pada kesetiaan konsumen dalam menggunakan barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan nya tersebut.



Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.



Dasar Hukum :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UU Perlindungan Konsumen).


Penulis : Daniel Lesnussa




ARTIKEL TERKAIT :
Barang Yang Sudah Dibeli Tidak Dapat Dikembalikan atau Ditukar Kembali, Bagaimana Perlindungan Hukumnya ? 
4 Peran Dan Manfaat Penting Jasa Hukum Pengacara Baik Untuk Pribadi Maupun Badan Hukum 
Barang yang Diperdagangkan Harus Bersertifikasi Halal ? Wajib atau Tidak Menurut Hukum yang Berlaku di Indonesia ?