Skip to main content

Aset First Travel Dirampas Negara, Adil atau Tidak Untuk Para Korban Jamaah ?

      Dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai kasus penipuan perjalanan umrah dan pencucian uang dari duit setoran jemaah umrah yang di lakukan oleh First Travel, selain dari pada menghukum tiga orang, yakni Andika Surachman, Anniesa Desvitasari Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan, dalam putusannya tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa aset first travel tersebut disita oleh negara. Dimana dalam hal penyitaan aset first travel yang disita oleh negara tersebut mencuat dan menjadi perdebatan di berbagai media maupun acara-acara televisi (tv) yang membahas bagaimana nasib para jemaah jika aset first travel dirampas negara.

      Menurut media online yang penulis baca, Kuasa Hukum dari pada para korban First Travel akan mengajukan PK atau Peninjauan Kembali terkait Putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap mengenai aset first travel yang disita negara yang sangat merugikan para korban jamaah tersebut. Di dalam Hukum Acara Pidana ,upaya hukum luar biasa yaitu  PK atau Peninjauan Kembali diatur di dalam pasal 263 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berisi :
"(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan. kembali kepada Mahkamah Agung. 
(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar :
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. 


      Pasal tersebut diatas lah yang mengatur mengenai PK atau Peninjauan Kembali dalam Hukum Acara Pidana. Dan Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja dalam hukum acara pidana , berbeda dalam hukum acara perdata dimana Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali adalah 180 (seratus delapan puluh) hari, hal tersebut tertuang di dalam pasal 69 Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

      Selanjutnya Hal yang paling penting dan perlu diketahui juga mengenai Peninjauan Kembali menurut penulis ialah Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut (Pasal 268 ayat 1 KUHAP). Artinya pelaksanaan putusan mengenai hukuman pidana penjara kepada para terpidana dari pihak First Travel tetap dilaksanakan putusannya dan juga mengenai penyitaan terhadap aset First Travel yang disita Negara dapat juga dilaksanakan jika berpacu dalam ketentuan pasal 268 KUHAP tersebut.

      Dan Terkait judul diatas, Menurut penulis sangatlah tidak adil jika aset dari First Travel tersebut disita negara dan tidak dikembalikan kepada mereka yang paling berhak yaitu Para Korban Jamaah Umrah First Travel. Karena jika aset dari First Travel tersebut disita atau dirampas oleh Negara, Maka Upaya Hukum apalagi yang dapat ditempuh untuk mengembalikan uang para korban jemaah umrah tersebut. Karena walaupun nantinya akan menempuh upaya hukum melalui jalur perdata, Menurut penulis tidak ada aset yang dapat disita lagi dari First Travel. Dan Karena tidak ada lagi aset yang ada pada First Travel, Gugatan tersebut nantinya akan sia-sia dan menang diatas kertas saja, Dimana pelaksanaan eksekusi terhadap harta atau aset dari pada tergugat dalam hal ini First Travel akan sangat sulit karena aset sudah tidak ada lagi melainkan sudah disita Negara.

      Maka dari itu penulis berharap dalam Permintaan Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh Para Korban Jamaah Umrah First Travel didampingi oleh Kuasa Hukum nya atau advokat dapat timbul suatu putusan yang adil dan tidak memberatkan para korban sehingga apa yang menjadi hak nya bisa kembali kepada para korban dan aset First Travel tersebut bukan disita atau dirampas negara. Sehingga apa yang tertera di dalam Pasal 54 ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan "Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan" dapat menjadi pedoman bagi para penegak hukum peradilan dimana hati nurani tergerak untuk keadilan bagi para korban.


Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih .



Dasar Hukum :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
2. Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


Penulis : Daniel Lesnussa



ARTIKEL TERKAIT :
3 Posisi Menteri Yang Dapat Menggantikan Presiden Termasuk Menteri Pertahanan 
Kebakaran Hutan di Indonesia, Kabut Asap nya Tanggung Jawab Siapa ? 
4 Peran Dan Manfaat Penting Jasa Hukum Pengacara Baik Untuk Pribadi Maupun Badan Hukum