Skip to main content

Dasar Hukum Penyitaan Terhadap Barang Yang Diduga Diperoleh Dari Tindak Pidana

      Di dalam Hukum Pidana pengertian mengenai penyitaan terdapat dalam bab 1 tentang ketentuan umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal yang mengatur mengenai pengertian penyitaan tersebut terdapat di dalam Pasal 1 Angka 16 KUHAP , yaitu :
"Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan."

      Terkait judul diatas, sebelum memasuki tentang apa "Dasar Hukum Penyitaan Terhadap Barang Yang Diduga Diperoleh Dari Tindak Pidana" ? Penulis ingin membahas dasar hukum penyitaan tersebut melalui sebuah contoh kasus yang terjadi di masyarakat yang tentunya pernah penulis dengar sendiri melalui orang yang merasa dirugikan tersebut. Contoh kasusnya ialah :

     A Baru saja membeli sebuah unit motor dengan harga Rp.xx.xxx.xxx dari B dengan cara mendapatkan info melalui media sosial yaitu facebook. Singkat cerita ketika Si A tawar menawar dengan B melalui media sosial tersebut, Akhirnya terjadilah kesepakatan antara A dan B mengenai harganya tersebut. kemudian mereka bertemu di suatu tempat untuk melakukan transaksi jual beli dan ketika bertemu sah lah jual beli tersebut tanpa bukti kwitansi pembayaran. Dimana si A Membayar motor tersebut kepada si B yang menerima Uang dari pada jual beli tersebut. Kemudian A Pun pulang membawa motor beserta surat-surat berhaga lainnya terkait kendaraan motor tersebut.

      Jelang beberapa hari sesudah A Memiliki motor itu, datanglah Pihak Kepolisian dari Polsek dekat dengan tempat si A tinggal dengan menyatakan ingin melakukan penyitaan terhadap Unit Motor yang baru dibeli A tersebut. Polisi itu menyatakan bahwa motor tersebut diduga ialah motor dari pada pelapor yang melaporkan kehilangan sebuah kendaraan bermotor dan bukti nya terdapat dalam GPS (Global Positioning System) tracker atau pelacak posisi kendaraan yang terdapat dalam unit motor tersebut. si A pun kebingungan dan hanya bisa menjelaskan bahwa motor itu ialah hasil dari pada jual beli dengan orang lain melalui media sosial walau diakui juga oleh si A pembelian tersebut tanpa ada kwitansi jual beli dan hanya ada saksi yang menyaksikannya. Alhasil unit motor tersebut beserta STNK nya dibawa ke Polsek terkait untuk kepentingan pemeriksaan lebih lanjut dan Polisi tersebut memberikan surat tanda penerimaan kepada si A.


      Dari kasus diatas Penulis Sendiri berpendapat , menurut hukum Penyitaan itu sendiri  diatur di dalam Pasal 38 KUHAP yang berisi : 
"(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. 
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya."

      Artinya didalam Pasal 38 KUHAP tersebut Penyidik dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak kalau tidak ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan setempat, dapat juga melakukan penyitaan. Namun penyitaan tersebut terbatas hanya atas benda bergerak seperti kasus si A yang membeli satu unit motor dari si B Diatas. Dan perlu diketahui juga, didalam pasal 38 KUHAP Ayat 2 dijelaskan ketika sudah dilakukan penyitaan terhadap barang bergerak, demi hukum wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Supaya sah penyitaan terhadap barang yang diduga diperoleh dari tindak pidana tersebut. 

      Pertanyaan selanjutnya ialah "Kapan barang tersebut bisa dikembalikan" seperti contoh kasus A Diatas yang sudah keluar uang untuk membeli Unit motor tersebut dari si B ? 
di dalam Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa :
"(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain."

      Pasal-pasal tersebut diataslah yang menjelaskan Dasar hukum dari pada penyitaan terhadap barang yang diduga diperoleh dari tindak pidana. Dan dari Contoh Kasus diatas kita belajar juga pentingnya kwitansi jual beli dalam hal pembelian unit kendaraan bermotor atau barang bergerak lainnya. Karena kwitansi tersebut bisa menjadi alat bukti bahwa Si A telah melakukan Jual Beli dengan si B. Walaupun Si A mempunyai bukti kepemilikan seperti BPKB Dan STNK tetap juga hal itu diperlukan ketika menghadapi kondisi seperti kasus yang dijelaskan oleh penulis sebelumnya.



Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.


Dasar Hukum : 

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana


Penulis : Daniel Lesnussa



ARTIKEL TERKAIT :
Inilah 4 Upaya Hukum Ketika Ingin Menagih Hutang 
Penting! Inilah Peran Pengacara Dalam Pendampingan di Kepolisian 
Dasar Hukum Penangkapan Karena Diduga Melakukan Tindak Pidana