Skip to main content

Orang yang Dicinta Mendapat Serangan, Apakah Melakukan Pembelaan Bahkan Sampai Pelaku Penyerangan Terbunuh Dapat Dipidana ?

      Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku saat ini sehingga bagi pelanggarnya akan dikenai sanksi atau ancaman berupa hukuman pidana yang akan dijatuhkan kepada orang yang melakukan suatu perbuatan (pelaku) tersebut. Di Negara Indonesia aturan tersebut diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau biasa disebut KUHP, Dan yang mengatur mengenai hukum acara nya terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

      Dan Terkait judul diatas "Orang yang dicinta mendapat serangan, Apakah melakukan pembelaan bahkan sampai pelaku penyerangan terbunuh dapat dipidana ? Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai hal tersebut diatur di dalam Pasal 49 KUHP yang berisi :
"(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana."

      Arti dari Pasal 49 KUHP tersebut ialah seseorang tidak dipidana jika ia benar adanya telah mendapat serangan atau ancaman serangan sehingga mau tidak mau melakukan pembelaan ialah jalan terakhir bagi orang itu untuk melindungi diri sendiri maupun orang lain apalagi orang yang dicinta terkait kehormatan kesusilaan atau harta benda yang dimilikinya. Dan dalam pembelaan tersebut melampaui batas hingga pelaku penyerangan terbunuh, tentunya harus diliat lagi apakah ada niat jahat sebelumnya untuk membunuh pelaku penyerangan tersebut atau tidak. Penulis sendiri mengambil contoh seperti kasus Muhamad Irfan Bahri, Pemuda yang sempat jadi tersangka karena membunuh begal yang coba merampoknya di Bekasi. Namun ketika berita itu menjadi viral dan sampai kepada telinga Pak Jokowi Selaku Presiden Republik Indonesia, Muhamad Irfan Bahri akhirnya dibebaskan karena ada alasan pembenaran membela diri dan akhirnya diberi penghargaan oleh polisi gara-gara laporan Mahfud MD pada Presiden Jokowi.


      Tentunya contoh kasus pembelaan diatas merupakan contoh penerapan dari pada pasal 49 KUHP . Namun mungkin masih ada kasus-kasus serupa yang masih terjadi, Seperti kasus yang menjadi viral pada awal tahun 2020 yang penulis baca melalui berita media online yaitu kasus ZA (17) yang membunuh begal karena pacarnya yang hendak diperkosa. ZA didakwa dengan Pasal dengan Pasal 340 KUHP Subsider Pasal 338 KUHP, Pasal 351 ayat 3 KUHP, Sehingga harus menjalani persidangan demi mendapatkan sebuah keadilan.

      Penulis sendiri berpendapat salahnya seseorang ialah ketika Pengadilan sudah menyatakan ia telah bersalah, artinya seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakanya bersalah ( asas presumption of innocence). Namun ketika suatu perbuatan khususnya dalam hal ini melakukan pembelaan ketika mendapat serangan itu apakah dapat dipidana atau tidak, tentunya ialah dilihat lagi dari alat bukti yang ada, juga locus dan tempus delicti nya ( tempat dan waktu terjadinya tindak pidana) sehingga perbuatan tersebut terang adanya merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang atau tidak seperti yang tertuang dalam Pasal 49 KUHP. Selain itu didalam hukum pidana keyakinan hakim juga sangat berpengaruh dalam mengambil sebuah keputusan yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti  yang sah sesuai dengan Pasal 183 KUHAP. 

      Penegakan hukum memang sangat penting dilakukan demi tertibnya keamanan dan juga tertibnya tingkah laku manusia dalam bernegara sehingga hal-hal yang merugikan tidak terjadi. Namun perlu diketahui juga kepentingan umum, kepatutan, peradaban dan kemanusiaanlah yang wajib diutamakan, Sehingga kalau seseorang melakukan pembelaan sesuai dengan apa yang terdapat dalam Pasal 49 KUHP tersebut tidak diterapkan akan menimbulkan keresahan dan ketidakpatutan dalam masyarakat. 



Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.



Dasar Hukum :


1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 



Penulis : Daniel Lesnussa