Skip to main content

Kepemilikan Atas Suatu Bidang Tanah Bisa Hilang Jika Ditelantarkan Selama 5 Tahun

      Mempunyai atau memiliki suatu bidang tanah di Negara Republik Indonesia merupakan hal yang sangat menguntungkan. Selain bisa untuk tempat tinggal bersama keluarga, bisa juga untuk investasi di masa yang akan mendatang. Karena Harga Tanah yang dimiliki tersebut dapat meningkat harganya ketika dijual nanti nya (tentunya dengan memperhatikan objek tanah tersebut terletaknya dimana). Artinya harga tanah itu bisa menjadi mahal atau bisa juga menjadi murah jika dilihat dari lokasi objek tanah beserta akses jalannya yang bisa membuat perbedaan harga ketika ingin menjual hak atas tanah tersebut.

      Kepemilikan atas suatu bidang tanah tersebut bisa berasal dari jual-beli, atau dari pada hak waris yang diturunkan dari pada ayah beserta ibu si pemilik tanah tersebut. Dan di Negara Indonesia ini, ternyata masih banyak yang mempunyai suatu bidang tanah hanya berdasarkan Girik , Petok D atau Ketitir. Tanah Girik , Petok D atau Ketitir adalah Tanah bekas hak milik adat yang belum di konversi menjadi salah satu dengan hak tertentu seperti Hak Milik , Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha. Pengkonversian Hak Hak lama tersebut diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 

      Terkait judul diatas kenapa kepemilikan  atas Suatu Bidang Tanah Bisa Hilang Jika Ditelantarkan Selama 5 Tahun, jawabannya adalah karena hal tersebut secara hukum dijelaskan di dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang menjelaskan bahwa :
"(1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut."


      Artinya ketika kita mempunyai sebidang tanah seperti contoh hanya berdasarkan Girik , Petok D atau Ketitir yang berasal dari warisan keluarga yang tidak pernah di jual kepada pihak lain atau melalui jual beli dari pihak lain, di dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dijelaskan bahwa kalau ada pihak lain yang mengakui hak atas tanah tersebut dengan menunjukkan bukti kepemilikan lain berupa sertifikat dan Pihak yang hanya mempunyai bukti berdasarkan Girik , Petok D atau Ketitir tersebut sudah mengetahui hal tersebut namun tidak menempuh upaya hukum secara hukum yang berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkan nya sertifikat itu, Kepemilikan atas suatu bidang tanah tersebut bisa bisa saja hilang sesuai dengan pasal yang dijelaskan sebelumnya oleh penulis.

      Permasalahan mengenai Hal tersebut diatas lah yang memang mungkin masih banyak terjadi di Negara Kita Indonesia, sehingga ada istilah mengenai sengketa tanah yang dibuat oleh para oknum dan/atau mafia tanah yang hanya ingin mengambil keuntungan sendiri. Tentunya dalam persengketaan tanah ketika para pihak berperkara, Sertifikat Hak Milik pun tidak menjamin akan kekuatan dari pada kepemilikan atas bidang tanah tersebut dan dapat dimintakan pembatalan ke pengadilan melalui gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan. Karena didalam hukum perdata, Hubungan Hukum (Rechts Bettreking) merupakan hal yang sangat penting dalam mengungkap asal-usul suatu objek bidang tanah tersebut. Yang nantinya akan diuji melalui fakta-fakta yang akan dibuktikan oleh pihak yang berperkara jika masalah sengketa tanah tersebut sampai di Pengadilan. 

      Penulis sendiri menyarankan bagi pihak yang memiliki suatu bidang tanah  yang hanya berdasarkan Girik , Petok D atau Ketitir untuk segera di konversi dengan cara, syarat dan ketentuan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Agar hal tersebut bisa menjadi dasar hukum dalam hal kepemilikan suatu bidang tanah tersebut. Walaupun memang dalam Pelaksanaan konversi hak-hak lama tersebut melalui proses yang cukup lama, namun mau tidak mau harus segera dilaksanakan karena memang itu merupakan hak warga negara yang harus dijamin oleh negara.



Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.




Dasar Hukum :

1. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria