Skip to main content

Hukuman Kebiri, Pantas atau Tidak di Indonesia ?

    Hukuman Kebiri di Indonesia menjadi perdebatan baik dalam pelaksanaan maupun prosedur dalam kebiri tersebut. Hukuman Kebiri sendiri dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Pertama Kebiri Kimia  dimana dalam pelaksanaannya bisa melalui suntikan maupun obat yang dimasukkan kedalam tubuh pria yang bertujuan untuk menurunkan hormon testoeron pada pria dan yang Kedua Kebiri Operasi dalam pelaksanaannya melalui operasi bedah dengan membuang testis atau buah pelir dari alat vital pria tersebut. 

      Sangat mengerikan bukan proses dari cara pelaksanaan hukuman kebiri tersebut, Masing-masing hukuman kebiri tersebut dapat mengurangi gairah seksual seseorang dan bahkan bisa menghilangkan gairah seksual seseorang dalam pelaksanaannya, belum juga efek samping lainnya yang ditimbulkan dari hukuman kebiri tersebut.

      Bicara soal Hukuman kebiri, Baru-baru ini penulis membaca berita yang menjadi viral tentang Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto Menjatuhkan Pidana Penjara 12 Tahun dengan denda Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) subsidair enam bulan kurungan, Ditambah Hukuman tambahan Kebiri Kimia kepada Muh Aris (20 Tahun) dalam Kasus Pemerkosaan 9 (sembilan) anak di Mojokerto. Hal tersebut menjadi bahan perbincangan semua kalangan  dan menjadi perdebatan apakah pantas atau tidak jika diterapkan dilihat dari tindak pidana yang sudah dilakukan oleh Muh Aris tersebut. ( Muh Aris (20 Tahun) diputuskan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto  melanggar Pasal 76 D Juncto Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 ). 

      

      Jika dilihat dari pada Putusan Pengadilan tersebut diatas, hal tersebut banyak mendapat penolakan dan ditentang khususnya oleh organisasi-organisasi Seperti IDI (ikatan Dokter Indonesia) yang menolak untuk menjadi eksekutor karena hal tersebut bertentangan dengan Sumpah seorang dokter, Kode Etik maupun Undang-Undang kesehatan. Selain IDI, Pegiat HAM (Hak Asasi Manusia) juga menentang hal tersebut dengan alasan kemanusiaan dan akibat yang akan diterimanya.

      Dari segi Hukum, Penulis berpendapat dalam pelaksanaan Hukuman kebiri tersebut belum jelas teknis pelaksanaannya seperti apa yang semestinya diatur dalam peraturannya tersendiri. dan melalui media online yang penulis baca, Peraturan Pemerintah mengenai teknis pelaksanaan hukuman kebiri pun sedang diproses dan masih menunggu teken dari pada Presiden. Hal tersebutlah yang mungkin menjadi hambatan atau benturan dalam pelaksanaan penerapan dari Hukuman Kebiri yang menjadi tambahan dalam Putusan Pemidanaan.

      Selain itu juga didalam Pasal 81 UU Nomor 17 tahun 2016 ayat nya yang Ke 8 terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto kepada Muh Aris itu harus diputuskan  bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan kebiri tersebut. Jangka Waktu pelaksanaan tindakan kebiri tersebutlah yang masih membingungkan dan Tidak Spesifik Karena Peraturan Pemerintah tentang Pelaksaan Hukuman Kebiri tersebut juga belum ada. 

      Selanjutnya dalam Hukuman Kebiri, Penulis Beranggapan hukuman kebiri bertentangan dengan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Khususnya ayatnya yang ke 2 (dua) yang berisi "Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat". 

      Dari Ketentuan Pasal  diatas, Penulis beranggapan hukuman kebiri tersebut tidak bisa dijalankan karena adanya ketentuan upaya Pemeliharaan kesehatan sesuai pasal diatas yang bermaksud melindungi dan memelihara Reproduksi seseorang dalam menjalani kehidupan secara sehat . Dan juga Jika dilihat dari  segi Usia , Muh Aris yang masih berusia 20 Tahun dapat dikatakan dikategorikan sebagai remaja yang terus berkembang dan mendapat perlindungan sebagaimana yang tertuang dalam aturan Undang-Undang yang mengatur tentang kesehatan. 

      Tumpang tindih Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang lainnya lah yang banyak menjadi perdebatan dan pertentangan. Dan Mungkin Asas Lex specialis derogate legi generali (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum) menurut Penulis bisa juga dijadikan dasar untuk mengesampingkan Hukuman Kebiri itu terjadi. Walaupun tidak dipungkiri Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut sudah menjatuhkan Putusan tersebut kepada Muh Aris (20) , dan dalam putusan tersebut Terpidana Harus tunduk akan Pidana Pokok dan pidana tambahan yang tertuang dalam Amar putusan, jika sudah Berkekuatan Hukum tetap dan tidak Diajukannya upaya Hukum Luar biasa atau Peninjauan Kembali .

      Menjadi hal yang sangat menarik dan  hal yang baru menurut penulis dalam Proses Penerapan Hukuman Kebiri tersebut. bagaimana penerapan dan pelaksanaannya nantinya , apakah akan menimbulkan efek jera atau menimbulkan efek samping yang sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dalam menjalani kehidupan dan memperoleh kesehatan fisik yang layak dalam menjalani hukumannya tersebut. Tentu pastinya hal tersebut menjadi warna baru dalam dunia hukum di Indonesia, kita tunggu saja penerapannya dan pelaksanaannya.




Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.



Dasar Hukum :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2O16 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan